Jumat, 24 Oktober 2014

penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden soekarno ke jendral soeharto



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah Sejarah ini sesuai dengan waktunya.
Tak lupa kami sampaikan ucapan terimakasih kepada semua angota yang telah membantu menyumbangkan pikiran serta tenaganya dalam pembuatan makalah ini.
        Makalah ini jauh dari kesempurnaan karena itu kami mohon kritik dan sarannya terhadap makalah ini agar makalah ini bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi yang membaca nya.







DAFTAR ISI

1.   Kata pengantar ........................................................................1
2.   Daftar isi .................................................................................2
3.   Latar belakang..........................................................................3
4.   Isi............................................................................................4
5.   Kesimpulan dan saran ..............................................................8
6.   Daftar pustaka .........................................................................9



I.        Judul
Penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden soekarno ke jendral soeharto
II.        Latar belakang
Pada masa orde lama setelah dekrit presiden, seluruh kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus berlandaskan pada UUD 1945 dan pancasila. Namun pada pelaksanaannya jauh dari apa yang diharapkan. Maka dari itu banyak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah. Penyimpangan-penyimpangan tersebut seperti     :
1.    Penyimpangan-Penyimpangan terhadap UUD 1945 dan Pancasila.
     Sebelum Dekrit Presiden diumumkan, tepatnya pada tanggal 21 Febuari 1957, pemerintah mengumumkan Konsepsi Presiden. Berdasarkan Konsepsi Presiden itu, sistem Demokrasi Liberal diubah menjadi Demokrasi Terpimpin. Setelah Dekrit Presiden diumumkan, ternyata demokrasi yang diterapkan di indonesia bukan Demokrasi Pancasila, melainkan Demokrasi Terpimpin. Akibatnya terjadilah penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945 dan Pancasila sebagai berikut.
a.    Lembaga-Lembaga Negara Berintikan Nasakom
b.    Pembentukan Front Nasional
c.    Prosedur Pembentukan DPRGR
d.    Prosedur Pembentukan MPRS
e.    Pengangkatan Presiden Seumur Hidup
f.     Penetapan Manifesto Politik (Manipol) sebagai GBHN
2.    penyimpangan-penyimpangan  terhadap Politik Luar Negeri Bebas Aktif.
     Politik luar negeri bebas aktif dilaksanakan untuk mengabdi kepentingan nasional (kepentingan dalam negeri). Pada masa Demokrasi Terpimpin, Politik luar negeri bebas aktif tidak sepenuhnya untuk mengabdi kepentingan dalam negeri. Sebagian dari pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif untuk mengejar kepentingan politik mercusuar. Politik mercusuar adalah politik yang hanya mengejar kemegahan ditengah-tengah pergaulan antarbangsa. Hal itu jelas merupakan penyimpangan karena dalam berbagai kegiatan internasional, pemerintah berusaha menunjukan kemegahan. Salah satu contohnya pada pesta olahraga yang terkenal dengan nama “ Games Of The New Emerging Forces” disingkat Ganefo yang diselenggarakan pada 10 sampai 22 November 1963 yang tentu saja menelan banyak biaya.


3.    Pengkhianatan G 30 S/PKI
     Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin memberi peluang PKI untuk memperkuat posisinya disegala bidang. Pemberontakan dan pengkhianatan terhadap negara itu dilancarkan pada tanggal 30 September 1965. Oleh karena itu, terkenal dengan nama G 30 S/PKI. Pemberontakan tersebut pun berhasil dihancurkan pada tanggal 1 Oktober 1965. Oleh karena itu pada 1 Oktober 1965 ditetapkan menjadi Hari Kesaktian Pancasila. Walaupun PKI berhasil dihancurkan, sikap waspada haruslah tetap ada karena sisa-sisa dari G 30 S/PKI belum hancur sampai ke akar-akarnya.
III.        Isi
Dipandang dari segi politik PKI belumlah hancur. Sebab secara resmi PKI masih berdiri sebagai suatu partai politik. Secara jelas PKI telah melakukan Pengkhianatan terhadap bangsa dan negara, namun presiden soekarno belum mengambil tindakan terhadap PKI tersebut. Sikap presiden soekarno tersebut menimbulkan rasa tidak puas dikalangan rakyat. Rakyat menghendaki agar presiden soekarno segera mengambil tindakan tegas terhadap PKI. Presiden soekarno berjanji kepada rakyat akan memberikan penyelesaian secara politik terhadap PKI tapi tidak pernah dilaksanakan. Seluruh rakyat ( Pemuda, mahasiswa, pelajar, ormas, dan organisasi politik lainnya) menuntut dibubarkannya PKI.
Karena belum juga dibubarkan, di jakarta para pemuda pembela pancasila segera bertindak dengan membentuk “ Komando Aksi Pengganyanggan G 30 S/PKI “. Disusul pada tanggal 25 Oktober 1965 terbentuknya kesatuan-kesatuan aksi, seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), serta partai-partai politik lainnya (KABI, KASI, KAGI, KAWI). Pada tanggal 12 Januari 1966 kesatuan-kesatuan aksi tersebut melancarkan unjuk rasa di halaman gedung DPRGR dengan mengajukan 3 buah tuntutan yang dikenal dengan Tritura, yaitu         :
1.    Pembubaran PKI
2.    Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI
3.    Penurunan harga/ perbaikan ekonomi.
Karena di DPR dan MPRS masih duduk orang-orang PKI, kedua lembaga tersebut pun tidak menanggapi tuntutan tersebut. Para pemuda dalam kesatuan-kesatuan aksi bertambah marah. Mereka terjun kejalan, mengadakan unjuk rasa besar-besaran untuk membawakan suara rakyat. Sementara itu pemerintah melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kehendak rakyat seperti mencoba membentuk barisan soekarno untuk menghadapi gerakan mahasiswa dan massa rakyat, merombak kabinet Dwikora yang kemudian terkenal dengan nama “ Kabinet Seratus Menteri “. Dalam kabinet ini masih terdapat para simpatisan PKI. Oleh karena itu ada yang menamakan nya dengan “ Kabinet Gestapu/PKI “.
Karena tindakan pemerintah itu, maka aksi unjuk rasa pun meledak lebih hebat lagi. Tidak hanya terjadi di jalan-jalan, tetapi sampai masuk ke halaman Istana Merdeka. Dalam melakukan aksi-aksi unjuk rasa tersebut, seorang mahasiswa bernama Arif Rakhman Hakim tertembak dan gugur. Ia diangkat menjadi pahlawan Ampera. Gugurnya Arif ini menyebabkan situasi semakin menegangkan. Hampir setiap hari terjadi aksi-aksi unjuk rasa besar-besaran
Lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966
Pada tanggal 11 Maret 1966 di Istana Negara diadakan Sidang Kabinet Dwikora yang telah disempurnakan yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno dengan tujuan untuk mencari jalan keluar terbaik agar dapat menyelesaikan krisis yang memuncak secara bijak. Ketika sidang tengah berlangsung, ajudan presiden melaporkan bahwa di sekitar istana terdapatpasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan, maka Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Waperdam II (Wakil Perdana Menteri II) Dr J. Laimena. Dengan helikopter, Presiden Soekarno didampingi Waperdam I, Dr Subandrio, dan Waperdam II Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Seusai sidang kabinet, Dr J. Laimena pun menyusul ke Bogor Tiga orang perwira tinggi yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud menghadap Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk minta izin akan menghadap presiden. Pada hari itu juga, tiga orang perwira tinggi sepakat untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor dengan tujuan untuk meyakinkan kepada Presiden Soekarno bahwa ABRI khususnya AD tetap siap siaga mengatasi keadaan. Di Istana Bogor Presiden Soekarno didampingi Dr Subandrio, Dr J. Laimena, dan Chaerul Saleh serta ketiga perwira tinggi tersebut melaporkan situasi yang ada di ibukota Jakarta. Mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan. Kemudian presiden mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada Letnan
Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan menjamin keamanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. Adapun yang merumuskan surat perintah tersebut adalah ketiga perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bersama Brigadir Jenderal Subur, Komandan Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa. Surat itulah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.
A.   Pada 12 Maret 1966 Letjen Soeharto mengeluarkan surat keputusan yang isinya :
1.    PKI diseluruh indonesia dibubarkan
2.    Semua Organisasi massa ( ormas ) yang dibentuk oleh PKI dibubarkan
3.    PKI dan ormas-ormasnya dinyatakan sebagai organisasi terlarang diseluruh indonesia
4.    Paham komunis dilarang diseluruh indonesia.

B.   Tanggal 18 Maret 1966 pengemban Supersemar mengamankan 15 orang menteri  yang dinilai tersangkut dalam G 30 S/PKI dan diragukan etika baiknya yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966.
C.   Tanggal 27 Maret pengemban Supersemar membentuk Kabinet Dwikora yang disempurnakan untuk menjalankan pemerintahan. Tokoh-tokoh yang duduk di dalam kabinet ini adalah mereka yang jelas tidak terlibat dalam G 30 S/PKI.
D.   Membersihkan lembaga legislatif dimulai dari tokoh-tokoh pimpinan MPRS dan DPRGR yang diduga terlibat G 30 S/PKI. Sebagai tindak lanjut kemudian dibentuk pimpinan DPRGR dan MPRS yang baru. Pimpinan DPRGR baru memberhentikan 62 orang anggota DPRGR yang mewakili PKI dan ormas-ormasnya.
E.   Memisahkan jabatan pimpinan DPRGR dengan jabatan eksekutif sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberi kedudukan sebagai menteri. MPRS dibersihkan dari unsur-unsur G 30 S/PKI. Seperti halnya dengan DPRGR, keanggotaan PKI dalam MPRS dinyatakan gugur. Sesuai dengan UUD 1945, MPRS mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada lembaga kepresidenan.

Sebagai langkah awal untuk menciptakan stabilitas nasional, Sidang Umum IV MPRS telah memutuskan untuk menugaskan Letjen. Soeharto selaku pengemban Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar yang sudah ditingkatkan menjadi Ketetapan
MPRS No. IX/ MPRS untuk membentuk kabinet baru. Dibentuk Kabinet Ampera yang bertugas :
1.   menciptakan stabilitas politik,
2.   menciptakan stabilitas ekonomi.
Tugas pokok itulah yang disebut sebagai Dwidarma Kabinet Ampera. Program yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu:
1. memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan;
2. melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968);
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional    sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966;
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan antikolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.
Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh Presidium Kabinet. Presidium Kabinet dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Jadi, di sini terdapat dualisme kepemimpinan dalam Kabinet Ampera. Akibatnya, perjalanan tugas kabinet kurang lancar yang berarti pula kurang menguntungkan bagi stabilitas politik. Pada tanggal 22 Februari 1967 dengan penuh kebijaksanaan, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto sebagai pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Penyerahan kekuasaan tersebut merupakan peristiwa sangat penting dalam usaha mengatasi situasi konflik yang sedang memuncak pada saat itu. Penyerahan itu tertuang dalam Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI Tanggal 20 Februari 1967. Pengumuman itu didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden. Jenderal Soeharto selaku pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/ 1966 pada tanggal 4 Maret 1967 memberikan keterangan pemerintah di
hadapan sidang DPRGR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan. Pemerintah tetap berpendirian bahwa penyelesaian konstitusional tentang penyerahan kekuasaan tetap perlu dilaksanakan melalui sidang MPRS. Oleh karena itu, untuk menghindari pertentangan politik yang berlarut-larut, diadakan Sidang Istimewa MPRS dari tanggal 7 sampai dengan 12 Maret 1967 di Jakarta yang berhasil mengakhiri konflik politik.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah Sejarah ini sesuai dengan waktunya.
Tak lupa kami sampaikan ucapan terimakasih kepada semua angota yang telah membantu menyumbangkan pikiran serta tenaganya dalam pembuatan makalah ini.
        Makalah ini jauh dari kesempurnaan karena itu kami mohon kritik dan sarannya terhadap makalah ini agar makalah ini bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi yang membaca nya.







DAFTAR ISI

1.   Kata pengantar ........................................................................1
2.   Daftar isi .................................................................................2
3.   Latar belakang..........................................................................3
4.   Isi............................................................................................4
5.   Kesimpulan dan saran ..............................................................8
6.   Daftar pustaka .........................................................................9




  IV.  Kesimpulan dan Saran
Peristiwa G 30 S/PKI merupakan titik awal dari mulanya peralihan kekuasaan dari presiden soekarno ke jendral soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) karena keadaan negara ( stabilitas nasional ) saat itu sedang mengalami kekacauan dan pemerintah dibawah presiden soekarno memerintahkan kepada jendral soeharto untuk memulihkan keadaan. Sejak saat itulah Soeharto tampil sebagai kekuatan baru yang mampu menguasi keadaan dan melakukan tindakan-tindakan politis dalam memperbaiki tindakan-tindakan yang telah dilakukan soekarno. Tanggal 12 Maret 1967 MPRS mencabut kekuasaan soekarno dan mengangkat soeharto sebagai pejabat presiden republik indonesia yang tidak lama kemudian dikukuhkan sebagi presiden republik indonesia.



Saran
Untuk menambah wawasan mengenai  penyerahaan kekuasaan yang dilakukan presiden soekarno ke jendral soeharto sebaiknya tidak hanya terpaku pada 1 sumber saja melainkan dari berbagai sumber agar dapat membandingkannya.









Daftar Pustaka
Martono HS, Drs. Dkk 1995. SEJARAH NASIONAL DAN   UMUM. Solo : Tiga Serangkai.

MUSTHOFA Sh.s Sejarah 3 : Untuk SMA/MA Kelas XII  Program IPA / Sh. Musthofa,Suryandari, Tutik Mulyati ; Editor Himawan Prasetyo;Ilustrator Haryana Humardani. — Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009.




Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah Sejarah ini sesuai dengan waktunya.
Tak lupa kami sampaikan ucapan terimakasih kepada semua angota yang telah membantu menyumbangkan pikiran serta tenaganya dalam pembuatan makalah ini.
        Makalah ini jauh dari kesempurnaan karena itu kami mohon kritik dan sarannya terhadap makalah ini agar makalah ini bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi yang membaca nya.







DAFTAR ISI

1.   Kata pengantar ........................................................................1
2.   Daftar isi .................................................................................2
3.   Latar belakang..........................................................................3
4.   Isi............................................................................................4
5.   Kesimpulan dan saran ..............................................................8
6.   Daftar pustaka .........................................................................9





Tidak ada komentar:

Posting Komentar